Peta Situs | Komunitas Tzu Chi | Links  
| Tentang Kami | Berita Tzu Chi | Misi & Visi |Cara Berpartisipasi | Jadwal Kegiatan | Inspirasi | Kantor Penghubung |Kata Perenungan |



Bersiap dan Bersatu Menghadapi Bencana

¡§Bantuan Pengobatan Darurat dan Kemanusiaan¡¨ (Emergency Relief Medicine and Humanities) adalah tema yang diusung konvensi TIMA tahun 2005. Tema ini dipilih karena terkait dengan maraknya bencana alam yang melanda planet bumi ini selama kurun waktu 2004-2005. Yang paling dahsyat tentu saja gempa bumi dan tsunami yang melanda sekaligus beberapa wilayah, termasuk Aceh dan Sri Lanka . Dan yang paling mutakhir menjelang pelaksanaan konvensi TIMA adalah topan badai Katrina yang melanda New Orleans, Amerika Serikat. Fenomena ini amat memprihatinkan para tenaga medis dan relawan Tzu Chi.

Tiga tahun berselang sudah ketika saya terakhir mengunjungi Hualien - kampung halaman bagi para relawan Tzu Chi. Tahun ini, dari tanggal 15-19 September, saya berkesempatan kembali ke kampung halaman ini untuk mengikuti acara Tzu Chi International Medical Association (TIMA) Annual Convention, mendampingi para tim medis TIMA Indonesia. Jujur, saya amat terperangah melihat berbagai kemajuan yang dicapai Tzu Chi dalam kurun waktu tiga tahun itu. Dari kunjungan yang terakhir ini, paling tidak ada tiga gedung baru besar yang telah berdiri dengan kokoh. Yang pertama adalah tempat tinggal rombongan peserta selama di Taipei , yakni pusat kegiatan Tzu Chi di Ban Qiao. Yang kedua adalah pusat kebudayaan Tzu Chi di Guan Du, dan yang terakhir adalah RS. Tzu Chi Xin Dian yang baru diresmikan pada bulan Mei 2005 lalu.

Terlebih istimewa, bukan hanya fisik gedungnya yang besar dan kokoh, namun para relawan dan staf yang bekerja di dalamnya benar-benar menunjukkan cinta kasih dan keramahan yang tulus. Rasa kekeluargaan terasa pekat dalam setiap kunjungan ke lokasi-lokasi tersebut. Tidak tanggung-tanggung, para direktur dan pimpinan beberapa rumah sakit Tzu Chi berbaris paling depan saat menyambut kedatangan rombongan. Sikap para dokter itu begitu sederhana dan rendah hati. Sulit menerka bahwa mereka sesungguhnya adalah pucuk pimpinan berbagai rumah sakit. Tidak pernah sekalipun mereka bersikap menjaga jarak ataupun bersikap ¡¥jaim¡¦ (jaga image) karena jabatannya itu. Mereka benar-benar mengusung semangat Tzu Chi yang penuh dengan nuansa kekeluargaan dan kesetaraan. Begitu pula yang ditunjukkan para pimpinan pusat kemanusiaan Tzu Chi. Eric Yao, CEO Da Ai TV, tidak segan-segan berbaur dengan para dokter dan relawan. Meski menyandang predikat salah satu arsitek berkelas dunia, sedikit pun sikap sombong tidak tersirat. Sikapnya yang tenang dengan senyum yang tulus membuat rombongan serasa berada di rumah sendiri.

Perjalanan kali ini memang terasa berbeda. Selain merasakan kemajuan yang dialami Tzu Chi di Taiwan, rasa senang juga menyelimuti saya ketika melihat rombongan Indonesia yang berangkat ke konvensi TIMA ini. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, paramedis dan relawan yang ikut tidak hanya berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Para dokter dan relawan Tzu Chi dari Surabaya dan Bandung kali ini juga ikut serta. Keikutsertaan mereka menyiratkan bahwa misi cinta kasih yang diemban Tzu Chi Indonesia terus menyebar melalui tangan para malaikat penyembuh ini. Yang menarik untuk dicatat, seorang profesor ahli bedah dan dua orang dokter muda juga ikut serta mendampingi para dokter spesialis, gigi, umum, dan lainnya. Keragaman senioritas dan bidang profesi dokter ini tentu menarik untuk disimak dan menjadi amat berarti untuk melapis keberadaan para tim relawan medis yang selama ini telah mengabdi bagi masyarakat Indonesia melalui TIMA Indonesia. Selain itu, ikut pula mantan Kepala Sudin Pelayanan Kesehatan Jakarta Barat, Dr. Indrawati dan rekannya, Dr. Juli, serta Dr. Umar Wahid, mantan direktur RSUD Pasar Rebo, yang juga adik kandung mantan Presiden Abdurrahman Wahid.

 

Bersiap Menghadapi Bencana

¡§Bantuan Pengobatan Darurat dan Kemanusiaan¡¨ (Emergency Relief Medicine and Humanities) adalah tema yang diusung konvensi TIMA tahun 2005. Tema ini dipilih karena terkait dengan maraknya bencana alam yang melanda planet bumi ini selama kurun waktu 2004-2005. Yang paling dahsyat tentu saja gempa bumi dan tsunami yang sekaligus melanda beberapa wilayah, termasuk Aceh dan Sri Lanka . Dan yang paling mutakhir menjelang pelaksanaan konvensi TIMA adalah topan badai Katrina yang tidak kalah dahsyatnya melanda New Orleans , Amerika Serikat. Fenomena ini amat memprihatinkan para tenaga medis dan relawan Tzu Chi. Pengalaman Tzu Chi di lapangan bencana, baik di Aceh, Sri Lanka maupun di New Orleans juga memperkuat alasan pemilihan tema ini. Singkatnya, Tzu Chi menjadikan berbagai bencana di dunia ini sebagai sinyal kewaspadaan bagi kita semua.

 

Bencana alam memang sulit dihindari, dan yang membuat khawatir, frekuensi terjadinya bencana semakin tinggi. Ulah manusia memang tidak terlepas dari semua kejadian malam ini. Dan sudah saatnya, umat manusia bertindak tepat dan bijaksana menanggapi perilaku ganas alam ini, yang mungkin memang adalah cara untuk mengingatkan manusia. Yang pasti, umat manusia tidak boleh berdiam diri, hanya meratapi dan menyesali penderitaan akibat bencana tersebut. Bagaimana manusia mempersiapkan diri dan bersatu menghadapi dampak bencana ini adalah hal yang amat penting. Tidak ada cara lain kecuali semua umat manusia bersatu padu menghadapi malapetaka ini. Demikian salah satu paparan dan ajakan Akui, seorang relawan Tzu Chi yang kerap memimpin misi kemanusiaan Tzu Chi di berbagai wilayah bencana di muka bumi ini. Paparan yang diselingi dengan beberapa cuplikan film dan gambar mengenai bumi yang semakin rusak dan kehidupan manusia yang semakin menderita terlihat cukup efektif. Setelah menyaksikan paparan yang begitu menarik ini, sulit untuk tidak berpikir bahwa sudah saatnya kita sebagai umat manusia bersiap, bersatu menghadapi bencana alam dan sudah tiba waktunya untuk memperlakukan bumi dengan lebih baik. Kegagalan untuk bertindak cepat dan bijak sama artinya dengan membawa kehidupan di muka bumi ini hancur lebih cepat.

 

Dokter dan Perawat yang Humanis

Bagaimana kesiapan dunia medis dan relawan Tzu Chi menghadapi bencana yang semakin sering terjadi ini? Hal ini menjadi warna dominan konvensi TIMA tahun ini. Beberapa presentasi yang mendalam mengenai kesiapan menghadapi bencana, baik teknis maupun nonteknis cukup banyak ditampilkan. Salah satu yang menarik adalah presentasi Dr. Lin Chin-Lon, kepala RS. Da Lin yang menampilkan pentingnya memahami sisi budaya, alam, dan sosial para korban bencana. Hal ini akan lebih memudahkan kita membantu pulihnya kehidupan para korban, demikian menurut Dr. Lin.

Apa yang disampaikan dan dilakukan Dr. Lin dan beberapa dokter Tzu Chi di Taiwan lainnya memang cukup unik. Di samping memiliki ketrampilan medis yang unggul di bidangnya masing-masing, mereka juga sering menunjukkan sisi manusiawi para dokter. Mereka tidak larut dalam kesibukan profesi semata. Di Tzu Chi, mereka belajar untuk mengembangkan sisi lainnya. Mereka tidak segan berperan menjadi penyambut tamu, pelayan kegiatan, dan melakukan pekerjaan yang tidak berhubungan dengan profesinya saat berinteraksi dalam kegiatan Tzu Chi. Dalam sebuah kesempatan diperlihatkan bagaimana saat para dokter berlatih keras memperagakan isyarat tangan dan bermain drama. Meski kaku dan sulit, mereka rela menurunkan egonya saat berlatih. Kadang mereka justru menertawakan kekeliruan mereka. Uniknya, mereka terus terlihat menikmati kegiatan yang tidak ada hubungannya dengan profesi dokter mereka. Bahkan, bisa dibilang mereka amat berhasil memainkan peran sebagai entertainer (penghibur) melalui drama dan peragaan isyarat tangan yang bertemakan cinta kasih.

Melalui berbagai latihan dan interaksi tersebut, tidak heran para dokter dan perawat Tzu Chi di Taiwan amat terkesan humanis. Tanpa ragu, mereka kerap terlihat berinteraksi dengan para korban bencana maupun pasien rumah sakit dengan tulus. Senyum tulus mereka yang menghibur sudah menjadi sebagian obat bagi para penderita penyakit, demikian yang sempat diungkapkan beberapa pasien.

Yang menggembirakan, para dokter, perawat dan relawan Indonesia tidak kalah semangatnya. Di hari-hari terakhir acara, di hadapan Master Cheng Yen, mereka memainkan drama pembagian beras di Indonesia . Drama ini dipersembahkan sekaligus sebagai ungkapan terima kasih kepada para tenaga medis dan relawan di Taiwan yang telah berperan dalam pengobatan Sofian, seorang pasien asal Indonesia yang menjalani operasi di RS. Tzu Chi Hualien. Meski singkat dan beberapa di antaranya hanya berperan minimal, drama ini menunjukkan bahwa para tenaga medis Tzu Chi Indonesia juga memiliki bibit-bibit cinta kasih dan humanisme.

Pengalaman yang Berkesan

Perjalanan 5 hari ini telah memberikan banyak kesan yang mendalam. Saat sharing, beberapa dokter sempat menyampaikan kesannya terhadap apa yang telah dilakukan Tzu Chi. Drg. Kesuma Nasseri dari Bandung amat terkesan dengan cerita seorang dokter yang menceritakan bagaimana tim medis Tzu Chi menangani seorang bocah penderita bocor jantung dengan penuh perhatian dan seksama. Dr. Joni, Sp. BS. dari Surabaya mengungkapkan hal senada. ¡§ Para dokter Tzu Chi tidak hanya mengobati dan menyembuhkan pasien dengan otak dan tangannya, melainkan juga dengan hatinya,¡¨ ujarnya. Lebih jauh, Dr. Joni juga merasa kagum terhadap Tzu Chi dalam menggerakkan relawan. ¡§Kekuatan untuk menggerakkannya, itu yang luar biasa,¡¨ tambah Dr. Joni yang menjadi salah satu tulang punggung misi kesehatan Tzu Chi di Surabaya. Drg. Ganny yang sudah enam tahun berkecimpung dalam baksos kesehatan Tzu Chi juga sempat mengutarakan alasannya mengapa dirinya betah ¡¥kerja¡¦ sosial dengan Tzu Chi. ¡§Cara Tzu Chi yang menghargai manusia, itu yang buat saya seneng,¡¨ ungkapnya menyimpulkan. ¡E Agus. H

Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia
Telp. (021) - 6016332, Fax. (021) - 6016334
Copyright © 2005 TzuChi.or.id